Sungguh betapa sulit menguak isi hati. Seperti menimba
air di sumur yang dalam, harus penuh kesabaran dan rela dengan seberapa yang
didapat. Padahal, tidak ada satu sumur pun dapat ditimba air kata-katanya yang
pantas untuk Sang Kekasih. Sumur begitu pemalu, begitu menutup diri. Ia lebih
suka merahasiakan dirinya daripada memperlihatkan. Memang seperti itulah
adatnya.
Sementara itu, air tak mungkin sama saat berada dalam
wujud awan dengan saat berada di dalam lubuk hati sumur. Setiap air akan berasa
seperti tanah tempat sumur menyimpannya.
Sama persis keadaannya dengan hatimu. Tak mungkin
hatimu mampu menuturkan Sang Kekasih dengan semestinya. Dan hal ini sudah sejak
awal engkau ketahui.
Tentu saja, engkau tidak tahu bagaimana akan bertutur
kata tentang wanita cantik itu, tentang Sang Kekasih, tentang seseorang yang
bernama Maryam. Dan dia adalah Maryam milikmu. Bukan Maryam yang turun dari
langit...
Namun, engkau dapat menerka-nerka sosok Maryam dengan
mengusapkan tanganmu pada hamparan jalan yang sepanjang abad dilewati penuh
dengan linangan air mata, dengan meraba pada hamparan bebatuan besar dan kecil
yang menutupinya, dengan menyapu debu-debu jalanan yang meninggalkan jejak
tentang dirinya.
Kemudian, engkau melewati jalan yang penuh membawa
kenangan itu dengan ribuan kali pertobatan. Oh tidak, tidak mungkin engkau akan
melewatinya...
Tidak mungkin engkau akan melewatinya...
Tidak mungkin kekuatanmu cukup untuk melakukannya...
Cakrawala pengetahuan tentang "hakikat sang kekasih" hanyalah
yang berharga bagimu, meski tidak mungkin tergapai sebagaimana tingginya
langit, meski begitu membuai bagaikan dimabuk cinta yang tidak diketahui. Tidak
pernah pula terukur ambang batasnya.
Jika semua tentang dirinya menjadikan rasa ingin tahu
yang begitu mengguncang, seluruh yang bercerita tentang dirinya telah membuat
jari-jemari tanganmu gemetar. Jangankan sebuah hakikat, cerita penuh kebohongan
dan gosip yang paling tidak mungkin sekalipun telah memberimu kekuatan untuk
selalu mengejarnya.
Dan aku pun berlari.
Aku kumpulkan.
Aku perhatikan.
Dan aku pun menjadi urung kemudian.
Sampai aku bangkit, untuk mengumpulkan kembali.
Aku kumpulkan.
Dan aku kumpulkan.
Aku siapkan.
Namun, kemudian terlihat bahwa setiap pigura yang
membingkai kenangan tentang dirinya terasa seperti sebuah ketidakadilan,aib,
dan rasa tidak tahu diri.
Aku pun terdiam.
Hingga aku kembali tersentak dengan perasaan tidak
sabar. Tidak sabar untuk segera menggoreskan tinta tentang sesosok wanita
cantik itu.
Hingga remuk diriku, tercerai berai.
Kerdil diriku.
Kerdil hingga mendekati lenyap akibat luapan cinta.
Inilah yang untuk sekali lagi aku ketahui. Sampai ia pun mengajariku
bertatakrama seperti seorang malang yang ditempa untuk pengabdian. Mereka
adalah orang-orang sebelum kami. Yang
bertanya kepada Syah, "Apa jadi seorang yang mencintaimu?" Mereka itu
para pembantu dan budak Maryam yang menuliskan namanya pada bebatuan pegunungan
demi mendapati sesosok dirinya pada setiap apa saja yang dilihatnya. Sementara
itu, sebagian yang lain melukiskan sosok dirinya agar tidak pernah lupa dan
meninggalkanya. Yang lain lagi mencoba melupakan guncangan cintanya dengan
menuliskannya ke dalam bait-bait puisi seperti orang yang minum sampai mabuk
tanpa bisa berbuat apa-apa.
Setiap disebut nama "Maryam", semua orang
yang mencintainya, kita menyebutnya para penggilanya, tetap meniti jalan
sekehendak mereka sendiri.
Sementara itu, diriku adalah orang baru.
Karena itu, aku lewati jalan mereka semua satu per satu
tanpa pernah mengenal jemu. Aku kunjungi setiap mimbar kajian kitab-kitab lama,
cerita-cerita terdahulu, kisah-kisah penuh hikmah, Perjanjian Lama dan Baru,
Mazmur, Alquran Al-Karim, kasidah gubahan Daud as, Suhuf Idris as yang hilang
berserakan, kitab-kitab tabir mimpi, zodiak, peta bintang, rintihan-rintihan
para unta yang dengan sabar menarik pasungnya, kisah yang terucap dari
penuturan buah zaitun tentang dirinya, cerita ikona, lukisan-lukisan, serta
goresan-goresan karya kaligrafi. Aku dengarkan semuanya tanpa sedikit pun
menyela untuk berbicara.
Kesemuanya adalah pengembara, ibarat dua mata buta yang
jatuh ke dalam cinta buta.
Sampai selang beberapa lama aku dapati diriku seolah
bersimpuh di depan tungki perapian mendengarkan penuturan cerita sepasang suami
istri.
Siapakah diriku selain sebagai seorang tukang gosip?
Pudar wajahku dalam bayangan cermin di pasar perhiasan
saat mencari seorang Maryam...
Ya... Cinta ini telah membuatku tidak tahu malu.
Hingga selang beberapa lama kemudian, saat aku
lantunkan salawat ke haribaan baginda Muhammad SAW, kudapati diriku sadarkan
diri. Sungguh ia telah menjadi puncak dan juga kain kafan bagiku. Telah menjadi
satu kesatuan dalam kelahiran dan juga kematian dalam pengembaraanku. Tak lebih
dari pekerjaan "merangkai" mengenang nama baginda Muhammad yang
mulia.
Tak lagi diriku memiliki cara yang lain sehingga aku
bergenggam erat kepadanya:
Allahumma shalli 'ala Sayyidina Muhammad wa
'ala ali Sayyidina Muhammad...
Sibel
Eraslan - Maryam
Note
: is that made by me? No. Is it Romance? No, I think that it isnt romance that
people always talk about. Did I troll you, reader? Maybe hahaha. That made by Sibel Eraslan in the novel
Maryam. Have you read that? Why I post this? Well.. Saat sedang membuka catatan
lama yang berkerak di laptop, aku menemukan tantangan lama yang belum ku penuhi
sampai saat ini. Sudah hampir satu tahun. Tantangan 180 hari. How could I
forgot that? Hahaha. Sehabis membaca Maryam, pembuka surah Maryam, ku putuskan
untuk ku post, sebagai pembuka, karena dalam novelnya tulisan tersebut juga
sebagai pembuka. Maaf ya Bang, aku lupa tantangannya. Hahaha ... Amunisi yang abang katakan satu tahun lalu
aku sering kehilangan dan sering tidak menemukannya. Lalu sekarang bagaimana
aku akan menemukannya? Target 1 book 1 week. Semoga bisa menjadi salah satu
amunisinya. Oya, satu target ketika rahasia mim tersingkap belum ditemukan. Hmm
adakah yang punya?
wah kerren :D
BalasHapusHahaha smw kalimat itu ada d dlm novelnya. :D
HapusTerimakasih sdh berkunjung :)