Minggu, 17 September 2017

About Marriage (Part 1) - NIAT

Wanita di umur mendekati seperempat abad atau selebihnya, pasti banyak mendapat pertanyaan ini, "kapan nikah?" Pun melihat teman2 yg sdh melangkah ke jenjang spt ini, hati pasti mempunyai keinginan yang sama.
Tapi sayangnya, kebanyakan wanita terlalu fokus kepada "kapan aku nikah?", padahal ada hal yg lebih penting daripada itu.
.
Beberapa waktu yang lalu aku baru saja membaca sebuah buku. Yang mengantarkan kepadaku untuk lebih berpikir dan introspeksi diri.
Dalam buku tersebut ada hal yg lebih harusnya digalaukan, lebih di prioritaskan daripada bertanya "kapan nikah" sekarang diubah menjadi "niatnya apa?"
Yah semua orang pasti menjawab ibadah. Syukur kalau niat utamanya seperti itu. Tapi bagaimana dengan niat seperti di bawah ini?
.
A. "Ingin kabur dr rumah. Tidak betah dengan orangtua, tidak betah di rumah, menganggap menikah adalah solusi untuk hidup bahagia. Namun ternyata pernikahan tak seindah yang dibayangkan. Bagaimana mau membangun rumah baru, jika niat ingin kabur dr rumah?"
.
B. "Sekadar bosan hidup sendiri. Banyak yang setelah menikah justru merasa kesepian dalam pernikahannya karena mereka yang "bosan hidup sendiri" cenderung MENUNTUT pasangannya untuk membahagiakannya. Ketika tuntutannya tidak dipenuhi, mulailah ia merasa SALAH PILIH PASANGAN."
.
C. "Terhasut euforia menikah. Sahabat-sahabat sekitar seringkali memanas-manasi tentang nikah muda, ternyata diri malah terhasut ingin juga. Berhati-hatilah, kasus cerai muda, cerai di usia pernikahan masih sangat muda ini sudah sangat banyak."
.
Tapi bukan berarti ada jaminan pasti ketika kita sudah pure niat untuk ibadah, tidak akan ada ujian dalam dunia pernikahan. ADA, dan itu PASTI.
Ingat, ini dunia, bukan surga. Dan dunia tercipta memang untuk menjadi ujian bagi manusia. Hanya saja mindset-nya ketika bertemu dan menyelesaikan konflik yg terjadi itu akan berbeda dalam menyikapinya.


(Tulisan ini dibuat setelah membaca buku karya fufuelmart & canun kamil dg bab berjudul "fondasi pernikahan".)

Sabtu, 16 September 2017

Perlakukan Dia Seperti...



Perlakukan dirinya sebagaimana kita ingin diperlakukan? Benarkah selalu demikian?


👦
"Otak pria yg bersifat problem solving, ketika bermasalah, ia tak ingin membagikan masalahnya dengan curhat kpd org terdekatnya. Sebab baginya hal itu menjatuhkan harga dirinya sbg makhluk problem solver. Ia pun tak ingin curhat krn takut membebani org terdekatnya. Maka ketika bermasalah, ia ingin menyendiri dan menyelesaikan masalahnya seorang diri. That's the man's pride!"

👧
"Otak wanita bersifat society, wanita tercipta dengan empati yg sgt tinggi. Maka ketika bermasalah, ia sgt butuh teman berbagi, untuk membagikan masalah dlm kepalanya kpd org2 terdekatnya. Wanita hanya curhat kpd org2 yg sgt ia sayangi dan yg nyaman dengannya. Baginya empati dari org2 tercinta justru menguatkan dirinya bahwa she's not lonely..."

Nah apa yg akan tjd jk slogan perlakukan dirinya sbgmn engkau ingin diperlakukan diterapkan?

Cth dlm kehidupan sehari2 antara ibu n bpk
Ketika ibu sdg marah2 n badmood, maka bpk seringkali "meninggalkannya". Maksudny sih baik, krn dlm benak pria, waktu sendiri adl wkt utk "menenangkan diri" dan "mengira" itu adl kebutuhannya. Namun apakah ini cocok dg natural wanita? Maksud baik bapak memberikan wkt sendiri diterjemahkan ibu sbg "pengabaian". Dicueki. Dianggap tidak peka.

Ketika bapak lelah, tertekan sdg ada masalah, ibu "menghujaninya"nya dg berbagai pertanyaan, meminta utk bercerita, kenapa, ada apa dsbgnya. Maksud ibu sih baik, krn dlm benak wanita, pertanyaan spt itu adl bukti "Care" dan "sayang" kpd bapak dan ingin menjadi "teman berbagi". Namun apakah cocok dg natural pria yg bersifat problem solver? Maksud baik ibu diterjemahkan bapak sbg "ketidakpercayaan" ibu kpd bapak. Dianggap tidak peka.

Maka yg paling tepat adalah "perlakukanlah dirinya selayaknya ia ingin diperlakukan."

Jadi yg dibutuhkan wanita adalah telinga dan waktu utk didengarkan berbagai keluhan dan ceritanya.

Dan yg dibutuhkan bagi pria, adl waktu utk menyendiri. Kita g usah kepo. Biarkanlah ia yg akan bercerita sendiri.

(Tulisan ini hasil menulis kembali dg bahasa lbh berantakan drpd tulisan aslinya. Sumber asli tulisan karya Canun Kamil berjudul "Perlakukanlah dirinya..." dan fufuelmart "siapa yg enggak peka?" )

Minggu, 27 Agustus 2017

Book of Marriage

Melihat hubungan bapak dan ibu,
Dari perkataanmu bahwa kebanyakan wanita lebih mempersiapkan/fokus married-nya, bukan pada marriage-nya,
Dari perkataan Teh fufuelmart yang hampir sama, bahwa kebanyakan orang lebih mempersiapkan married-nya yang hanya 1 hari bisa menghabiskan berpuluh juta tapi tidak mempersiapkan ilmu untuk pernikahannya, dan ilmu pernikahan itu tidak ada sekolahnya, sedang pernikahan juga tidak seperti dongeng Cinderella yang setelah menikah "happy ever after"(?) (Kurang lebihnya beliau berkata seperti itu)
Serta dari perkataan Bang Tere, nikah itu bukan lomba cepat-cepatan tapi lomba lama-lamaan dan awet-awetan.

Maka ketika Teh Fufu merilis buku baru-nya dengan PO, pertama kali ini aku nekat ikut masa PO-nya bahkan disaat belum punya budget beli buku sama sekali. Sama sekali tidak ada uangnya. Pikirku waktu itu adalah aku berniat dan berkata pada Tuhan, Ya Allah izinkan aku bisa membayar buku ini, dan memiliki buku ini, karena sejauh yang aku tahu buku ini memiliki ilmu yang bermanfaat yang bisa aku gunakan di masa depan. Tolong aku ya Allah. Yakin bahwa Allah akan menolong. Hehehehe
Dua minggu setelah itu... tiba-lah disaat masa pembayaran PO. Dan aku masih tidak mempunyai budget khusus untuk beli buku dan terbentur dengan pengeluaran lain yang lebih mendesak. Budget super duper limited edition. Tapi keyakinanku pada Allah bahwa Allah akan menolong masih tinggi. Dan... alhamdulillah 2 hari kemudian beneran di tolong sama Allah. :)

Wahai jodohku, yang saat ini aku belum ketahui siapa orangnya,
Maukah kamu bersamaku untuk belajar bersama dengan ilmu lebih banyak? Aku tahu aku belum menjadi seorang yg baik, tapi aku ingin pantas bersanding denganmu.
Wahai jodohku, entah siapapun kamu, izinkan aku untuk lebih mengerti dirimu dan bantu aku untuk memahamimu dengan belajar bersamamu.
Aku ingin menjadi lebih baik dan lebih bisa mengerti dan memahamimu, tapi ketika suatu saat kau menemukanku bertindak salah, tegur aku, beritahu padaku arah jalan yang tepat. Karena aku masih perlu banyak belajar. Terimakasih :)

Curhatan diatas ditulis bukan karena aku ingin cepat menikah. Bukan. Tapi aku ingin bercerita tentang kenekatanku dan niatku ingin menuntut ilmu.
Saran untuk diriku sendiri dari aku sendiri : ojo nekat lagi hahahaha
Juga, tetap jaga keyakinan sama Allah akan selalu menolongku dan hanya berharap sama Allah. Serta, sekarang jangan beli buku novel dulu yaa wahai dirikuuu~ beli yang manfaatnya ke masa depan :D

P.s: masih menunggu bukunya yang masih dalam perjalanan. Keep patient. :)

Senin, 10 Juli 2017

Different Position, Different Understanding (Part 2)

-Bagian Pertama-

Ada sedikit cerita pribadi.

Suatu ketika aku meminta bantuan kepada temanku. Awalnya temanku menyanggupinya. Namun kemudian akhirnya dia mengatakan kepadaku, bahwa dia tidak bisa membantu. Tidak hanya itu, dia menambahkan bahwa aku tidak mengerti posisinya, tidak mengerti keadaannya. Waktu itu aku juga ingin bicara balik bahwa dia juga tidak mengerti posisiku sampai aku minta bantuan kepadanya. Tapi mengatakan hal itu hanya akan menimbulkan perdebatan. Aku minta maaf kepadanya bahwa aku telah merepotkannya.
Tapi dipikiranku masih berputar-putar soal "mengerti posisi".

Pada waktu itu aku akui bahwa aku kesal. Kesal karena dia mengatakan aku tidak memikirkan posisinya. Kesal karena dia juga tidak memikirkan posisiku.
Tapi kemudian aku mencoba untuk tenang.
Tenang.
Berpikir.
Ya.
Aku memang tidak mengerti bagaimana rasanya berada di posisimu karena aku memang tidak berada di posisimu.
Pun sebaliknya, kau juga tidak mengerti aku karena kau juga tidak berada dalam posisiku saat itu.

Aku salah. Aku salah telah kesal.
Kalau dipikir ulang, benar waktu itu aku egois. Meminta bantuan tanpa memikirkan keadaannya. Aku tidak pernah tahu bagaimana perasaanmu sampai kau mengatakannya.

Bagi beberapa orang mungkin itu termasuk bantuan sepele waktu itu. Tapi kejadian itu membuatku berpikir panjang.
Jangan marah. Janganlah kesal dulu.
Tetaplah tenang.

Bukankah banyak hal terjadi?
Ketika seseorang melakukan A, B, C, D (cth menolak membantu, marah-marah ke kita tanpa sebab) kemudian kita marah-marah, kesal, heran, bingung, kemudian malah suudzon dsbg. Hey! Tahan!
Bukankah kita tidak berada di posisinya?
Kita tidak pernah tahu bagaimana perasaannya saat itu, bagaimana keadaannya saat itu. Kita tidak tahu.
Dia melakukan A, B, C, D itu bisa jadi karena banyak faktor atau berbagai dorongan hingga dia melakukan A, B, C, D.
Beri dia waktu untuk tenang. Dan kita juga harus tenang. Susah memang mengendalikan emosi. It's difficult but lets try to control emotion. 

Jumat, 07 Juli 2017

Different Position, Different Understanding (part 1)

Bagi siapapun yang membaca tulisan ini, bacalah dalam keadaan tenang. Karena perbedaan pembacaan dalam berbeda kondisi bisa menimbulkan makna yang berbeda. Tulisan ini tidak ditulis dalam keadaan emosi ataupun marah. Tidak bermaksud menyinggung siapapun juga. Hanya sekedar pemikiranku, serta sebagai pengingat untuk diriku sendiri.

Different position. Perbedaan posisi. Yang ku maksud disini bukan perbedaan posisi dalam jabatan. Bukan.
Tapi posisi dalam hidup.
Mungkin kalimatku dibawah ini akan membuat sedikit paham(untukku jk aku sendiri lupa).

-Oranglain (mungkin) tidak mengerti karena mereka tidak dalam posisi kita.
Dan kita (mungkin) tidak mengerti mereka karena kita juga tidak berada di posisi mereka. -

Pernahkah kalian melakukan suatu hal, ataupun mengalami suatu kejadian, namun orang berpikir lain dari apa yang kita pikirkan dan rasakan?
Itu benar, tidak penting apa yang oranglain pikirkan. Tapi tulisan ini tidak menuju kearah sana.

Tapi dari sisi yang lain. Sisi sebaliknya.
"Dan kita (mungkin) tidak mengerti mereka karena kita juga tidak berada di posisi mereka."
Yaitu kita. Kita yang sering menjudge oranglain tanpa memikirkan dari berbagai sisi, bisa jadi orang berperilaku seperti itu ataupun melakukan suatu hal karena faktor/ dorongan lain.
Maka tulisan ini dibuat untuk sisi pikiran kita. Sisi pengendalian pikiran kita untuk tetap positive thinking.
Kita.

Tulisan ini akan dibagi menjadi beberapa bagian karena panjang.

Untuk diriku ketika aku lupa, bersabarlah dan tetaplah tenang, bukalah catatan ini, agar bisa memikirkan dari berbagai sisi. Bukan untuk menambah pikiran, tapi untuk melihat sisi yang berbeda. Sisi yang menenangkan pikiran, untuk introspeksi diri, untuk menghibur diri atau pengingat.

Jika mungkin bagi oranglain ini hanya menambah pikirannya, biarlah. Catatan ini tidak dirancang untuk menyenangkan semua orang, atau tidak memberi solusi kepada semua orang.